Dimensi Pengambilan Keputusan [Bagian 7]
Oleh Prof. Dr. H. Faisal Afiff, Spec.Lic.
Semua agama, seni , filsafat , moral , dan ilmu adalah cabang dari pohon yang sama. Semua aspirasi dari kesemua cabang tersebut tengah merenungkan dan mencari kehidupan yang lebih baik. Namun baru dalam dekade terakhir studi tentang kesejahteraan masyarakat menjadi usaha-usaha yang bersifat ilmiah. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa banyak tujuan dan nilai-nilai kehidupan pribadi yang sangat subyektif dan sebagian besar bersumber dari budaya. Kebanyakan orang menghabiskan seumur hidup mereka untuk mencari kebahagiaan. Sebagian dari mereka tengah mengejar mimpi, melalui candu, kebebasan, agama dan persahabatan, dengan mengisi kekosongan dan menghindari kemungkinan malapetaka yang dapat menghampiri mereka. Sebagian lagi dari mereka mencari makna hidup tersebut melalui doktrin yang irasional, yang telah berakar kuat sebagai dogma dalam budaya masyarakat, sehingga jutaan orang mau tidak mau harus mempercayai doktrin tersebut ketimbang merasa dikucilkan dan terisolasi.
Antara para pemimpin dan para pengikut menghadapi masalah yang berbeda. Para pemimpin akan bertanya-tanya tentang apakah para pengikut masih mengikuti mereka dengan setia, dan sebaliknya para pengikut akan bertanya-tanya tentang apakah para pemimpin akan membawa mereka ke arah “tanah yang dijanjikan”. Pada intinya, para pemimpin dan pengikut adalah “budak” dengan keinginan dan kepentingannya masing-masing. Terdapat banyak faktor yang berkontribusi pada pengambilan keputusan yang baik, dan faktor-faktor tersebut diantaranya adalah:
- Self-esteem (rasa harga diri). Rasa harga diri adalah faktor penting dalam membuat keputusan yang baik. Beberapa orang dengan mudah dipaksa melakukan sesuatu karena kurang memiliki harga diri. Motto “jangan pernah mengasihani diri sendiri”, justru sering berdampak mematikan pemikiran seseorang. Pikiran yang jernihlah yang akan membuka ruang kreativitas dalam membuat suatu keputusan. Kenali diri sendiri dan semua masalah, tak peduli betapapun sulitnya, adalah peluang untuk peningkatan kualitas dan/atau afirmasi eksistensial bagi harga diri kehidupan seseorang, untuk membuka selebar-lebarnya suatu peluang dan/atau kesempatan;
- Courage (keberanian). Keberanian adalah tetap melakukan apa yang diyakini meskipun seseorang sempat dilanda keraguan atau ketakutan untuk melakukannya. Tidak ada keberanian tanpa rasa takut. Seseorang yang memiliki harga diri yang rendah biasanya lebih bergantung pada orang lain dan terlalu banyak meminta nasihat pada orang lain. Hal ini disebabkan karena seseorang kurang memiliki kekuatan dan keberanian untuk mendengarkan pikirannya sendiri. Dengan kata lain, jika kita tidak mampu membuat keputusan untuk diri sendiri, maka orang lain yang akan melakukannya untuk kita. Dibutuhkan pendidikan dan keberanian untuk mendapatkan rasa percaya diri dalam pengambilan keputusan. Keberanian berarti tindakan cerdas dalam mengambil risiko sambil melihat ke masa depan. Tidak ada sesuatu yang lebih indah yang pernah dicapai kecuali oleh mereka yang berani, dan oleh mereka yang unggul dalam membuat suatu keputusan;
- Honesty (kejujuran). Kejujuran adalah bersikap obyektif tentang diri sendiri dan orang lain. Dalam hal ini, adalah penting untuk mengidentifikasi kelemahan sendiri dan orang lain dengan obyektif. Menjadi jujur terhadap diri sendiri adalah hal yang paling penting dan bisa dilakukan dengan membiasakan diri bersikap jujur;
- Love (cinta). Cinta mengandung arti peduli tentang diri sendiri dan orang lain. Hal ini berati bahwa kita mengetahui bahwa kita memiliki bakat dan kemampuan bawaan yang bisa digunakan dalam pengambilan keputusan untuk melayani dan mencintai orang lain. Pilihan kita akan menentukan arah perubahan. Kompetisi yang sebenarnya adalah persaingan dalam diri sendiri sebagai kemauan untuk berubah, dan hal ini merupakan dasar bagi pengambilan keputusan yang baik; dan
- Firm (tegas). Hanya kita sendiri yang dapat mengubah hidup kita. Tidak ada orang lain yang bisa membuat keputusan untuk kita, ketika dihadapkan pada pertanyaan serius, seperti: apa yang harus saya lakukan?, apa yang harus saya percayai?, apa yang bisa saya ketahui?, bagaimana seharusnya saya hidup? Menurut Ralph Waldo Emerson “satu-satunya jawaban yang terbaik untuk pertanyaan-pertanyaan tersebut adalah pribadi kita sendiri”. Apa gunanya pendidikan jika kita tidak dapat menghadapi pertanyaan-pertanyaan tersebut bagi kepuasan diri sendiri? Dengan demikian, kesemuanya dimulai dari diri kita sendiri. Semakin banyak tenggang rasa atau rasa esprit de corps dalam pembuatan suatu kebijakan dalam suatu kelompok atau organisasi, maka semakin besar bahaya bahwa independensi berpikir kritis akan tergantikan oleh suatu group thinking, yang kemungkinan akan menghasilkan tindakan yang irasional dan manusiawi yang diarahkan terhadap kelompok atau organisasi yang berada diluar diri kita. Oleh karena itu, suatu keputusan besar membutuhkan keberanian. Kita perlu memiliki ketegasan untuk mempertaruhkan keputusan kita, dan mengambil risiko yang telah diperhitungkan untuk mengambil suatu tindakan tegas.
Published at :